Senin, 16 Desember 2013
KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG : TEKNOLOGI ALTERNATIF PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK
PENDAHULUAN
Karena sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling banyak digunakan untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat. Di lain pihak, seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Limbah plastik merupakan bahan yang tidak dapat terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai (non biodegradable), sehingga penumpukkannya di alam dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lingkungan.
Perkembangan teknologi, khususnya di bidang papan komposit, telah menghasilkan produk komposit yang merupakan gabungan antara serbuk kayu dengan plastik daur ulang. Teknologi ini berkembang pada awal 1990-an di Jepang dan Amerika Serikat. Dengan teknologi ini dimungkinkan pemanfaatan serbuk kayu dan plastik daur ulang secara maksimal, dengan demikian akan menekan jumlah limbah yang dihasilkan. Di Indonesia penelitian tentang produk ini sangat terbatas, padahal bahan baku limbah potensinya sangat besar.
Tulisan ini akan memaparkan secara singkat mengenai potensi dan pemanfaatan limbah kayu, khususnya serbuk kayu, dan limbah plastik sebagai produk komposit serbuk kayu-plastik daur ulang.
POTENSI DAN PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU
Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya komversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain melalui konsep the whole tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.
Patut disayangkan, sampai saat ini kegiatan pemanenan dan pengolahan kayu di Indonesia masih menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Purwanto dkk, (1994) menyatakan komposisi limbah pada kegiatan pemanenan dan industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut :
1. Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16%
2. Pada industri penggergajian limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6&. Sebetan 25,9% dan potongan 14,3%, dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digubakan
3. Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah vinir basah 24,8%, sampah vinir kering 12,6% sisa kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Total limbah kayu lapis ini sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku yang digunakan.
Data Departemen Kehutanan dan Perkebunan tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m3 sedangkan kayu gergajian mencapai 2,06 juta m3. Dengan asumsi limbah yang dihasilkan mencapai 61% maka diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan mencapai lebih dari 5 juta m3 (BPS, 2000).
Limbah kayu berupa potongan log maupun sebetan telah dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan baku papan partikel. Adapun limbah berupa serbuk kergaji pemanfaatannya masih belum optimal. Untuk industri besar dan terpadu, limbah serbuk kayu gergajian sudah dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual secara komersial. Namun untuk industri penggergajian kayu skala industri kecil yang jumlahnya mencapai ribuan unit dan tersebar di pedesaan, limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagai contoh adalah pada industri penggergajian di Jambi yang berjumlah 150 buah yang kesemuanya terletak ditepi sungai Batanghari, limbah kayu gergajian yang dihasilkan dibuang ke tepi sungai tersebut sehingga terjadi proses pendangkalan dan pengecilan ruas sungai (Pari, 2002). Pada industri pengolahan kayu sebagian limbah serbuk kayu biasanya digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja tanpa penggunaan yang berarti, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Febrianto,1999). Dalam rangka efisiensi penggunaan kayu perlu diupayakan pemanfaatan serbuk kayu menjadi produk yang lebih bermanfaat.
DARI LIMBAH PLASTIK KE PLASTIK DAUR ULANG
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).
Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja melimpah sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.
PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK SEBAGAI KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG
Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya. Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999).
Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan produk ini antara lain : biaya produksi lebih murah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih bersifat biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, serta bersifat dapat didaur ulang (recycleable). Beberapa contoh penggunaan produk ini antara lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api, pesawat terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan (jendela, pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999: Youngquist, 1995).
Serbuk kayu sebagai Filler
Filler ditambahkan ke dalam matriks dengan tujuan meningkatkan sifat-sifat mekanis plastik melalui penyebaran tekanan yang efektif di antara serat dan matriks (Han, 1990). Selain itu penambahan filler akan mengurangi biaya disamping memperbaiki beberapa sifat produknya.
Bahan-bahan inorganik seperti kalsium karbonat, talc, mika, dan fiberglass merupakan bahan yang paling banyak digunakan sebagai filler dalam industri plastik. Penambahan kalsium karbonat, mika dan talc dapat meningkatkan kekuatan plastik, tetapi berat produk yang dihasilkan juga meningkat sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih tinggi. Selain itu, kalsium karbonat dan talc bersifat abrasif terhadap peralatan yang digunakan, sehingga memperpendek umur pemakaian. Penambahan fiberglass dapat meningkatkan kekuatan produk tetapi harganya sangat mahal. Karena itu penggunaan bahan organik, seperti kayu sebagai filler dalam industri plastik mulai mendapat perhatian. Di Indonesia potensi kayu sebagai filler sangat besar, terutama limbah serbuk kayu yang pemanfaatannya masih belum optimal.
Menurut Strak dan Berger (1997), serbuk kayu memiliki kelebihan sebagai filler bila dibandingkan dengan filler mineral seperti mika, kalsium karbonat, dan talk yaitu: temperatur proses lebih rendah (kurang dari 400ºF) dengan demikian mengurangi biaya energi, dapat terdegradasi secara alami, berat jenisnya jauh lebih rendah, sehingga biaya per volume lebih murah, gaya geseknya rendah sehingga tidak merusak peralatan pada proses pembuatan, serta berasal dari sumber yang dapat diperbaharui
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu sebagai filler dalam pembuatan komposit kayu plastik adalah jenis kayu, ukuran serbuk serta nisbah antara serbuk kayu dan plastik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat dasar dari serbuk kayu itu sendiri. Kayu merupakan bahan yang sebagian besar terdiri dari selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik dan ekstraktif. Karenanya kayu bersifat hidrofilik, kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis. Sifat-sifat tersebut menyebabkan kayu kurang sesuai bila digabungkan dengan plastik, karena itu dalam pembuatan komposit kayu-plastik diperlukan bantuan coupling agent (Febrianto,1999).
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks
Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C).
Proses Pembuatan
Pada dasarnya pembuatan komposit serbuk kayu plastik daur ulang tidak berbeda dengan komposit dengan matriks plastik murni. Komposit ini dapat dibuat melalui proses satu tahap, proses dua tahap, maupun proses kontinyu. Pada proses satu tahap, semua bahan baku dicampur terlebih dahulu secara manual kemudian dimasukkan ke dalam alat pengadon (kneader) dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap bahan baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi dicampur secara bersamaan di dalam kneader dan dibentuk menjadi komposit. Kombinasi dari tahap-tahap ini dikenal dengan proses kontinyu. Pada proses ini bahan baku dimasukkan secara bertahap dan berurutan di dalam kneader kemudian diproses sampai menjadi produk komposit (Han dan Shiraishi, 1990). Umumnya proses dua tahap menghasilkan produk yang lebih baik dari proses satu tahap, namun proses satu tahap memerlukan waktu yang lebih singkat.
Diagram proses dasar pembuatan produk disajikan pada gambar 1.
Penyiapan filler
Pada prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan serbuk kayu atau tepung kayu dengan ukuran dan kadar air yang seragam. Makin halus serbuk semakin besar kontak permukaan antara filler dengan matriknya, sehingga produk menjadi lebih homogen. Akan tetapi, bila ditinjau dari segi dekoratif, komposit dengan ukuran serbuk yang lebih besar akan menghasilkan penampakkan yang lebih baik karena sebaran serbuk kayunya memberikan nilai tersendiri.
Penyiapan Plastik Daur Ulang
Limbah plastik dikelompokkan sesuai dengan jenis plastiknya (polipropilena (PP),polietilena (PE), dan sebagainya). Setelah dibersihkan, limbah tersebut dicacah untuk memperkecil ukuran, selanjutnya dipanaskan sampai titik lelehnya, kemudian diproses hingga berbentuk pellet. Sebelum digunakan sebagai matriks komposit dilakukan analis termal diferensial (DTA). Pada proses dua tahap, pellet tersebut diblending terlebih dahulu dengan coupling agent sehingga berfungsi sebagai compatibilizer dalam pembuatan komposit.
Blending (Pengadonan)
Tahap-tahap dalam pengadonan ini disesuaikan dengan proses yang digunakan, satu tahap, dua tahap, atau kontinyu. Menurut Han (1990) kondisi pengadonan yang paling berpengaruh dalam pembuatan komposit adalah suhu, laju rotasi, dan waktu pengadonan.
Pembentukan komposit
Setelah proses pencampuran selesai, sampel langsung dikeluarkan untuk dibentuk menjadi lembaran dengan kempa panas. Pengempaan dilakukan selama 2,5 - 3 menit dengan tekanan sebesar 100 kgf/cm2 selama 30 detik pada suhu 170ºC - 190ºC. Setelah dilakukan pengempaan dingin pada tekanan yang sama selama 30 detik, lembaran kemudian didinginkan pada suhu kamar.
Pengujian Komposit
Pengujian komposit dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu. Jenis pengujian disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya meliputi pengujian fterhadap sifat fisis, mekanis, serta thermal komposit.
Komposit yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai bila serbuk kayu terdistribusi dengan baik di dalam matriks. Dalam kenyataannya, afinitas antara serbuk kayu dengan plastik sangat rendah karena kayu bersifat hidrofilik sedangkan plastik bersifat hidrofobik. Akibatnya komposit yang terbentuk memiliki sifat-sifat pengaliran dan moldability yang rendah dan pada gilirannya dapat menurunkan kekuatan bahan (Han, 1990).
Hasil-hasil Penelitian
Penelitian-penelitian yang telah dan sedang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan komposit kayu plastik dengan sifat-sifat yang terbaik. Han (1990), Stark & Berger (1997), dan Oksman & Clemons (1997), meneliti faktor- faktor yang berperan penting dalam pembuatan komposit serbuk kayu plastik, yaitu tipe dan bentuk bahan baku, jenis kayu, nisbah filler dengan matriks, jenis dan kadar compatibilizer, serta kondisi pada saat pengadonan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai batas tertentu terjadi peningkatan kekuatan komposit dengan makin kecil ukuran serbuk yang digunakan, demikian juga tipe, nisbah serbuk kayu dan plastik, kadar air serta jenis kayu berpengaruh nyata terhadap sifat-sifat komposit yang dihasilkan. Penambahan compatibilizer sampai batas tertentu berpengaruh baik terhadap kekuatan komposit.
Penelitian mengenai komposit kayu plastik sebagian besar masih menggunakan plastik murni sebagai matriks. Penelitian dengan menggunakan matriks daur ulang, dilakukan oleh Setyawati (2003), Sulaeman (2003) dengan menggunakan polipropilena daur ulang. Hasil- hasil penelitian dirangkum sebagai berikut :
Setyawati (2003) meneliti pengaruh ukuran nisbah serbuk kayu dengan matriks, serta kadar compatibilizer terhadap sifat fisis dan mekanis komposit kayu polipropilena daur ulang. Hasil penelitian menunjukkan pola yang sama dengan komposit yang menggunakan polipropilena murni, yaitu sifat–sifat komposit meningkat dengan makin halusnya ukuran partikel. Nisbah serbuk kayu dengan matriks sebesar 50:50 dengan penambahan MAH 2,5% sebagai compatibilizer disertai dengan penambahan inisiator menghasilkan kekuatan komposit yang optimal, disamping sifat-sifat fisis yang memadai.
Sulaeman (2003), meneliti deteriorasi komposit kayu plastik polipropilena daur ulang oleh cuaca dan rayap. Hasil penelitian menunjukkan komposit kayu plastik daur ulang dapat terdegradasi oleh cuaca, akan tetapi tahan terhadap serangan rayap.
Penelitian Yang Sedang/ Akan Dilakukan
Penelitian dan pengujian komposit kayu plastik sampai sejauh ini masih dalam bentuk lembaran tipis, sehingga pengujiannya masih mengacu pada pengujian plastik. Saat ini Sutrisno (komunikasi pribadi) sedang melakukan penelitian mengenai sifat-sifat komposit kayu plastik daur ulang dalam bentuk small clear specimen sehingga pengujian diarahkan kepada kemungkinan penggunaan komposit sebagai pengganti kayu.
Penelitian selanjutnya akan mengarah pada penentuan proses pembuatan papan komposit kayu plastik yang terbaik serta peningkatan mutu papan komposit melalui perlakuan pendahuluan pada filler, pemilihan modifier/compatibilizer, inisiator, penentuan variabel-variabel proses, maupun pemanfaatan bahan-bahan berlignoselulosa selain kayu (rencana penelitian).
PENUTUP
Pembuatan produk komposit serbuk kayu dan plastik daur ulang merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah kayu dan plastik, dalam rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik serta menghasilkan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Pengembangan produk ini di masa datang diharapkan akan memberikan dampak positif, bukan hanya terbatas pada pengembangan industri dan penghematan devisa, tetapi juga memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia : Impor. Jakarta
[DepHutBun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Statistik Kehutanan Indonesia. Direktorat Jendral PHP. Jakarta
Febrianto F. 1999. Preparation And Properties Enhancement Of Moldable Wood – Biodegradable Polymer Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University, Doctoral Dissertation.Division of Forestry and Bio-material Science. Faculty of Agriculture. Tidak dipublikasikan
Febrianto F, Y.S. Hadi, dan M. Karina. 2001. Teknologi produksi recycle komposit bemutu tinggi dari limbah kayu dan plastik : Sifat-sifat papan partikel pada berbagai nisbah campuran serbuk dan plastik polipropilene daur ulang dan ukuran serbuk. Laporan Akhir Hibah Bersaing IX/1. direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Han GS. 1990. Preparation and Physical Properties Of Moldable Wood Plastic Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University. Departement Of Wood Science and Technology, Faculty of Agriculture.
Han GS, Shiraishi N. 1990. Composites of wood and polypropylen IV. Wood Research Sociaty at Tsubuka 36(11): 976-982.
Hartono ACK. 1998. Daur Ulang Limbah Plastik dalam Pancaroba : Diplomasi Ekonomi dan Pendidikan. Dana Mitra Lingkungan. Jakarta
Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman, Inc.
Meier JF. 1996. Fundamentals of plastics and elastomer. Di dalam: Handbook of Plastic, Elastomer and Composites. Ed ke-3. New York: McGraw-Hill Co.
Oksman K, Clemons C. 1997. Effect of elastomers and coupling agent on impact performance of wood flour-filled polypropilene. Di dalam: Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 –14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 144-155.
Pari G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. Makalah M.K. Falsafah Sains. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Priyono SKS. 2001. Komitmen Berbagai Pihak dalam Menanggulangi Illegal Logging. Konggres Kehutanan Indonesia III. Jakarta
Purwanto D, Samet, Mahfuz, dan Sakiman. 1994. Pemanfaatan Limbah Industri Kayu lapis untuk Papan Partikel Buatan secara Laminasi. DIP Proyek Penelitian dan Pengembangan Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian. Banjar Baru
Sasse HR, Lehmkamper O, Kwasny-Echterhagen R. 1995. Polymer granulates for masonry mortars and outdoor plaster. Di dalam: Ohama Y, editor. Disposal and Recycling of Organic and Polymeric Construction Materials. Proceeding of the International RILEM Workshop. Tokyo: 26-28 Maret 1995. Chapman & Hall. hlm 75-85.
Setyawati,D. 2003. Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang. [Thesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
Strak NM, Berger MJ. 1997. Effect of particle size on properties of wood-flour reinforced polypropylene composites. Di dalam: Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 –14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 134-143.
Sulaeman, R. 2003. Deteriorasi Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang Oleh Cuaca Dan Rayap. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
Syahfitrie, C. 2001. Analisis Aspek Sosial Ekonomi Pemanfaatan Limbah Plastik. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan)
[YBP] Yayasan Bina Pembangunan. 1986. Barometer Bisnis Plastik Indonesia. Jakarta
Youngquist JA. 1995. Unlikely partners? the marriage of wood and non wood materials. Forest Product Journal 45(10): 25-30.
KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG : TEKNOLOGI ALTERNATIF PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK
PENDAHULUAN
Karena
sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling
banyak digunakan untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus
meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan
kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain
dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang
bermanfaat. Di lain pihak, seiring dengan perkembangan teknologi,
kebutuhan akan plastik terus meningkat Sebagai konsekuensinya,
peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Limbah plastik merupakan
bahan yang tidak dapat terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai (non
biodegradable), sehingga penumpukkannya di alam dikhawatirkan akan
menimbulkan masalah lingkungan.
Perkembangan teknologi,
khususnya di bidang papan komposit, telah menghasilkan produk komposit
yang merupakan gabungan antara serbuk kayu dengan plastik daur ulang.
Teknologi ini berkembang pada awal 1990-an di Jepang dan Amerika
Serikat. Dengan teknologi ini dimungkinkan pemanfaatan serbuk kayu dan
plastik daur ulang secara maksimal, dengan demikian akan menekan jumlah
limbah yang dihasilkan. Di Indonesia penelitian tentang produk ini
sangat terbatas, padahal bahan baku limbah potensinya sangat besar.
Tulisan
ini akan memaparkan secara singkat mengenai potensi dan pemanfaatan
limbah kayu, khususnya serbuk kayu, dan limbah plastik sebagai produk
komposit serbuk kayu-plastik daur ulang.
POTENSI DAN PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU
Kebutuhan
manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan
konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di
Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan
rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat
diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi
defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa
sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu.
Keadaan ini diperparah oleh adanya komversi hutan alam menjadi lahan
pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan
yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh
perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien
dan bijaksana, antara lain melalui konsep the whole tree utilization,
disamping meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan
pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti
kayu.
Patut disayangkan, sampai saat ini kegiatan pemanenan dan
pengolahan kayu di Indonesia masih menghasilkan limbah dalam jumlah
besar. Purwanto dkk, (1994) menyatakan komposisi limbah pada kegiatan
pemanenan dan industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut :
1. Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16%
2.
Pada industri penggergajian limbah kayu meliputi serbuk
gergaji 10,6&. Sebetan 25,9% dan potongan 14,3%, dengan total limbah
sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digubakan
3.
Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk
gergaji 0,7%, sampah vinir basah 24,8%, sampah vinir kering 12,6% sisa
kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Total limbah kayu lapis
ini sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku yang digunakan.
Data
Departemen Kehutanan dan Perkebunan tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa
produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m3 sedangkan kayu
gergajian mencapai 2,06 juta m3. Dengan asumsi limbah yang dihasilkan
mencapai 61% maka diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan mencapai
lebih dari 5 juta m3 (BPS, 2000).
Limbah kayu berupa potongan log
maupun sebetan telah dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan
baku papan partikel. Adapun limbah berupa serbuk kergaji pemanfaatannya
masih belum optimal. Untuk industri besar dan terpadu, limbah serbuk
kayu gergajian sudah dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang
aktif yang dijual secara komersial. Namun untuk industri penggergajian
kayu skala industri kecil yang jumlahnya mencapai ribuan unit dan
tersebar di pedesaan, limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Sebagai contoh adalah pada industri penggergajian di Jambi yang
berjumlah 150 buah yang kesemuanya terletak ditepi sungai Batanghari,
limbah kayu gergajian yang dihasilkan dibuang ke tepi sungai tersebut
sehingga terjadi proses pendangkalan dan pengecilan ruas sungai (Pari,
2002). Pada industri pengolahan kayu sebagian limbah serbuk kayu
biasanya digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja
tanpa penggunaan yang berarti, sehingga dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan (Febrianto,1999). Dalam rangka efisiensi penggunaan kayu
perlu diupayakan pemanfaatan serbuk kayu menjadi produk yang lebih
bermanfaat.
DARI LIMBAH PLASTIK KE PLASTIK DAUR ULANG
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis,
mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan
menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic
dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali
dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset
bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling
umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk
thermoplastic.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan
akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa
volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP)
pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar
182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan
sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada
tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah
plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah
atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3%
dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik
menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut
akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik,
antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak
dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya
akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).
Pemanfaatan
limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal
mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi
ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat
dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle).
Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga
umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda,
misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau
ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan
adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali
terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah
plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara
umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat
diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk
tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus
homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk
mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses
melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan
penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).
Terdapat
hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia
dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara
manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat
dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja melimpah sehingga
pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan
biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri daur
ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan plastik
daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah
berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat
diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan
pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan
kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah
plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High
Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.
PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK SEBAGAI KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG
Komposit
kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat
dari lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat
bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit
serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai
matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat
gabungan keduanya. Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan
mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per
unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik polimer didalamnya
maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999).
Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah
didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga
dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik
disamping menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti
kayu. Keunggulan produk ini antara lain : biaya produksi lebih murah,
bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya,
kerapatannya rendah, lebih bersifat biodegradable (dibanding plastik),
memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan baku asalnya,
dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, serta bersifat dapat
didaur ulang (recycleable). Beberapa contoh penggunaan produk ini antara
lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api, pesawat
terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan (jendela,
pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999: Youngquist,
1995).
Serbuk kayu sebagai Filler
Filler ditambahkan ke dalam
matriks dengan tujuan meningkatkan sifat-sifat mekanis plastik melalui
penyebaran tekanan yang efektif di antara serat dan matriks (Han,
1990). Selain itu penambahan filler akan mengurangi biaya disamping
memperbaiki beberapa sifat produknya.
Bahan-bahan inorganik
seperti kalsium karbonat, talc, mika, dan fiberglass merupakan bahan
yang paling banyak digunakan sebagai filler dalam industri plastik.
Penambahan kalsium karbonat, mika dan talc dapat meningkatkan kekuatan
plastik, tetapi berat produk yang dihasilkan juga meningkat sehingga
biaya pengangkutan menjadi lebih tinggi. Selain itu, kalsium karbonat
dan talc bersifat abrasif terhadap peralatan yang digunakan, sehingga
memperpendek umur pemakaian. Penambahan fiberglass dapat meningkatkan
kekuatan produk tetapi harganya sangat mahal. Karena itu penggunaan
bahan organik, seperti kayu sebagai filler dalam industri plastik mulai
mendapat perhatian. Di Indonesia potensi kayu sebagai filler sangat
besar, terutama limbah serbuk kayu yang pemanfaatannya masih belum
optimal.
Menurut Strak dan Berger (1997), serbuk kayu memiliki
kelebihan sebagai filler bila dibandingkan dengan filler mineral
seperti mika, kalsium karbonat, dan talk yaitu: temperatur proses lebih
rendah (kurang dari 400ºF) dengan demikian mengurangi biaya energi,
dapat terdegradasi secara alami, berat jenisnya jauh lebih rendah,
sehingga biaya per volume lebih murah, gaya geseknya rendah sehingga
tidak merusak peralatan pada proses pembuatan, serta berasal dari sumber
yang dapat diperbaharui
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan
dalam pemanfaatan serbuk kayu sebagai filler dalam pembuatan komposit
kayu plastik adalah jenis kayu, ukuran serbuk serta nisbah antara serbuk
kayu dan plastik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat dasar
dari serbuk kayu itu sendiri. Kayu merupakan bahan yang sebagian besar
terdiri dari selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%),
dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik dan ekstraktif. Karenanya kayu
bersifat hidrofilik, kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis.
Sifat-sifat tersebut menyebabkan kayu kurang sesuai bila digabungkan
dengan plastik, karena itu dalam pembuatan komposit kayu-plastik
diperlukan bantuan coupling agent (Febrianto,1999).
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks
Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan
kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah.
Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat
jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur
ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti
tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan
sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan
serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).
Pemanfaatan
plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih
terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan
komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan
sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu
dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya.
Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang
sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel
telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang
dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi
dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur
ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003)
dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur
ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa
polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi
oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu
(lebih kurang 200°C).
Proses Pembuatan
Pada dasarnya
pembuatan komposit serbuk kayu plastik daur ulang tidak berbeda dengan
komposit dengan matriks plastik murni. Komposit ini dapat dibuat
melalui proses satu tahap, proses dua tahap, maupun proses kontinyu.
Pada proses satu tahap, semua bahan baku dicampur terlebih dahulu secara
manual kemudian dimasukkan ke dalam alat pengadon (kneader) dan
diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap
bahan baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi
dicampur secara bersamaan di dalam kneader dan dibentuk menjadi
komposit. Kombinasi dari tahap-tahap ini dikenal dengan proses kontinyu.
Pada proses ini bahan baku dimasukkan secara bertahap dan berurutan di
dalam kneader kemudian diproses sampai menjadi produk komposit (Han dan
Shiraishi, 1990). Umumnya proses dua tahap menghasilkan produk yang
lebih baik dari proses satu tahap, namun proses satu tahap memerlukan
waktu yang lebih singkat.
Diagram proses dasar pembuatan produk disajikan pada gambar 1.
Penyiapan filler
Pada
prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan serbuk kayu
atau tepung kayu dengan ukuran dan kadar air yang seragam. Makin halus
serbuk semakin besar kontak permukaan antara filler dengan matriknya,
sehingga produk menjadi lebih homogen. Akan tetapi, bila ditinjau dari
segi dekoratif, komposit dengan ukuran serbuk yang lebih besar akan
menghasilkan penampakkan yang lebih baik karena sebaran serbuk kayunya
memberikan nilai tersendiri.
Penyiapan Plastik Daur Ulang
Limbah
plastik dikelompokkan sesuai dengan jenis plastiknya (polipropilena
(PP),polietilena (PE), dan sebagainya). Setelah dibersihkan, limbah
tersebut dicacah untuk memperkecil ukuran, selanjutnya dipanaskan sampai
titik lelehnya, kemudian diproses hingga berbentuk pellet. Sebelum
digunakan sebagai matriks komposit dilakukan analis termal diferensial
(DTA). Pada proses dua tahap, pellet tersebut diblending terlebih dahulu
dengan coupling agent sehingga berfungsi sebagai compatibilizer dalam
pembuatan komposit.
Blending (Pengadonan)
Tahap-tahap dalam
pengadonan ini disesuaikan dengan proses yang digunakan, satu tahap, dua
tahap, atau kontinyu. Menurut Han (1990) kondisi pengadonan yang paling
berpengaruh dalam pembuatan komposit adalah suhu, laju rotasi, dan
waktu pengadonan.
Pembentukan komposit
Setelah proses
pencampuran selesai, sampel langsung dikeluarkan untuk dibentuk menjadi
lembaran dengan kempa panas. Pengempaan dilakukan selama 2,5 - 3 menit
dengan tekanan sebesar 100 kgf/cm2 selama 30 detik pada suhu 170ºC -
190ºC. Setelah dilakukan pengempaan dingin pada tekanan yang sama selama
30 detik, lembaran kemudian didinginkan pada suhu kamar.
Pengujian Komposit
Pengujian
komposit dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu.
Jenis pengujian disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya meliputi pengujian
fterhadap sifat fisis, mekanis, serta thermal komposit.
Komposit yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai bila serbuk
kayu terdistribusi dengan baik di dalam matriks. Dalam kenyataannya,
afinitas antara serbuk kayu dengan plastik sangat rendah karena kayu
bersifat hidrofilik sedangkan plastik bersifat hidrofobik. Akibatnya
komposit yang terbentuk memiliki sifat-sifat pengaliran dan moldability
yang rendah dan pada gilirannya dapat menurunkan kekuatan bahan (Han,
1990).
Hasil-hasil Penelitian
Penelitian-penelitian yang
telah dan sedang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan komposit kayu
plastik dengan sifat-sifat yang terbaik. Han (1990), Stark & Berger
(1997), dan Oksman & Clemons (1997), meneliti faktor- faktor yang
berperan penting dalam pembuatan komposit serbuk kayu plastik, yaitu
tipe dan bentuk bahan baku, jenis kayu, nisbah filler dengan matriks,
jenis dan kadar compatibilizer, serta kondisi pada saat pengadonan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai batas tertentu terjadi
peningkatan kekuatan komposit dengan makin kecil ukuran serbuk yang
digunakan, demikian juga tipe, nisbah serbuk kayu dan plastik, kadar
air serta jenis kayu berpengaruh nyata terhadap sifat-sifat komposit
yang dihasilkan. Penambahan compatibilizer sampai batas tertentu
berpengaruh baik terhadap kekuatan komposit.
Penelitian mengenai
komposit kayu plastik sebagian besar masih menggunakan plastik murni
sebagai matriks. Penelitian dengan menggunakan matriks daur ulang,
dilakukan oleh Setyawati (2003), Sulaeman (2003) dengan menggunakan
polipropilena daur ulang. Hasil- hasil penelitian dirangkum sebagai
berikut :
Setyawati (2003) meneliti pengaruh ukuran nisbah
serbuk kayu dengan matriks, serta kadar compatibilizer terhadap sifat
fisis dan mekanis komposit kayu polipropilena daur ulang. Hasil
penelitian menunjukkan pola yang sama dengan komposit yang menggunakan
polipropilena murni, yaitu sifat–sifat komposit meningkat dengan makin
halusnya ukuran partikel. Nisbah serbuk kayu dengan matriks sebesar
50:50 dengan penambahan MAH 2,5% sebagai compatibilizer disertai
dengan penambahan inisiator menghasilkan kekuatan komposit yang optimal,
disamping sifat-sifat fisis yang memadai.
Sulaeman (2003),
meneliti deteriorasi komposit kayu plastik polipropilena daur ulang oleh
cuaca dan rayap. Hasil penelitian menunjukkan komposit kayu plastik
daur ulang dapat terdegradasi oleh cuaca, akan tetapi tahan terhadap
serangan rayap.
Penelitian Yang Sedang/ Akan Dilakukan
Penelitian
dan pengujian komposit kayu plastik sampai sejauh ini masih dalam
bentuk lembaran tipis, sehingga pengujiannya masih mengacu pada
pengujian plastik. Saat ini Sutrisno (komunikasi pribadi) sedang
melakukan penelitian mengenai sifat-sifat komposit kayu plastik daur
ulang dalam bentuk small clear specimen sehingga pengujian diarahkan
kepada kemungkinan penggunaan komposit sebagai pengganti kayu.
Penelitian
selanjutnya akan mengarah pada penentuan proses pembuatan papan
komposit kayu plastik yang terbaik serta peningkatan mutu papan
komposit melalui perlakuan pendahuluan pada filler, pemilihan
modifier/compatibilizer, inisiator, penentuan variabel-variabel
proses, maupun pemanfaatan bahan-bahan berlignoselulosa selain kayu
(rencana penelitian).
PENUTUP
Pembuatan produk
komposit serbuk kayu dan plastik daur ulang merupakan salah satu
alternatif pemanfaatan limbah kayu dan plastik, dalam rangka
meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, mengurangi pembebanan
lingkungan terhadap limbah plastik serta menghasilkan produk-produk
inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Pengembangan produk ini
di masa datang diharapkan akan memberikan dampak positif, bukan hanya
terbatas pada pengembangan industri dan penghematan devisa, tetapi juga
memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia : Impor. Jakarta
[DepHutBun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Statistik Kehutanan Indonesia. Direktorat Jendral PHP. Jakarta
Febrianto
F. 1999. Preparation And Properties Enhancement Of Moldable Wood –
Biodegradable Polymer Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University,
Doctoral Dissertation.Division of Forestry and Bio-material Science.
Faculty of Agriculture. Tidak dipublikasikan
Febrianto F, Y.S.
Hadi, dan M. Karina. 2001. Teknologi produksi recycle komposit bemutu
tinggi dari limbah kayu dan plastik : Sifat-sifat papan partikel pada
berbagai nisbah campuran serbuk dan plastik polipropilene daur ulang dan
ukuran serbuk. Laporan Akhir Hibah Bersaing IX/1. direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Han GS. 1990.
Preparation and Physical Properties Of Moldable Wood Plastic Composites.
[Disertasi]. Kyoto: Kyoto University. Departement Of Wood Science and
Technology, Faculty of Agriculture.
Han GS, Shiraishi N. 1990. Composites of wood and polypropylen IV. Wood Research Sociaty at Tsubuka 36(11): 976-982.
Hartono ACK. 1998. Daur Ulang Limbah Plastik dalam Pancaroba : Diplomasi Ekonomi dan Pendidikan. Dana Mitra Lingkungan. Jakarta
Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman, Inc.
Meier
JF. 1996. Fundamentals of plastics and elastomer. Di dalam: Handbook of
Plastic, Elastomer and Composites. Ed ke-3. New York: McGraw-Hill Co.
Oksman
K, Clemons C. 1997. Effect of elastomers and coupling agent on impact
performance of wood flour-filled polypropilene. Di dalam: Fourth
International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12
–14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 144-155.
Pari
G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan
Kayu. Makalah M.K. Falsafah Sains. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Priyono SKS. 2001. Komitmen Berbagai Pihak dalam Menanggulangi Illegal Logging. Konggres Kehutanan Indonesia III. Jakarta
Purwanto
D, Samet, Mahfuz, dan Sakiman. 1994. Pemanfaatan Limbah Industri Kayu
lapis untuk Papan Partikel Buatan secara Laminasi. DIP Proyek Penelitian
dan Pengembangan Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri.
Departemen Perindustrian. Banjar Baru
Sasse HR, Lehmkamper O,
Kwasny-Echterhagen R. 1995. Polymer granulates for masonry mortars and
outdoor plaster. Di dalam: Ohama Y, editor. Disposal and Recycling of
Organic and Polymeric Construction Materials. Proceeding of the
International RILEM Workshop. Tokyo: 26-28 Maret 1995. Chapman &
Hall. hlm 75-85.
Setyawati,D. 2003. Sifat Fisis dan Mekanis
Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang. [Thesis]. Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
Strak
NM, Berger MJ. 1997. Effect of particle size on properties of
wood-flour reinforced polypropylene composites. Di dalam: Fourth
International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12
–14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 134-143.
Sulaeman,
R. 2003. Deteriorasi Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur
Ulang Oleh Cuaca Dan Rayap. [Thesis] Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
Syahfitrie, C.
2001. Analisis Aspek Sosial Ekonomi Pemanfaatan Limbah Plastik.
[Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (tidak
dipublikasikan)
[YBP] Yayasan Bina Pembangunan. 1986. Barometer Bisnis Plastik Indonesia. Jakarta
Youngquist JA. 1995. Unlikely partners? the marriage of wood and non wood materials. Forest Product Journal 45(10): 25-30.
0 komentar:
Posting Komentar