Psikologi merupakan
sebuah disiplin ilmu dan terapan yang mempelajari mental dan perilaku
secara ilmiah. Psikologi memiliki tujuan langsung untuk memahami
individu dan kelompok dengan memperhatikan prinsip pribadi dan meneliti
kasus spesifik. Seseorang yang ahli di bidang psikologi atau menjadi
peneliti psikologi disebut psikolog dan dapat diklasifikasikan menjadi
ilmuwan sosial, perilaku, atau kognitif. Psikolog berusaha untuk
memahami perubahan fungsi mental dalam individu dan perilaku sosial.
1. Asal Mula Kata Psikologi
Menurut etimologi, psikologi berasal dari bahasa Yunani psyche (psukhÄ“) yang maknanya “berdarah panas” yang berarti: Hidup, jiwa, hantu. Dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa.
Kata 'psikologi’ (bahasa Latin: Psychologia) pertama kali digunakan
oleh ahli humaniora dari Kroasia dan literatur Kroasia berbahasa Latin
dalam bukunya. Psichiologia de ratione animae humane muncul sekitar abad ke-15 sampai ke-16 masehi. Referensi yang pertama kali menggunakan kata psychology dalam bahasa Inggris adalah terdapat dalam buku The Physical Dictionary yang ditulis oleh Steven Blankaart yang merujuk kepada “Anatomi, yang membentuk Tubuh, dan Psikologi, yang membentuk Jiwa.”
2. Pengertian Psikologi
Pengertian psikologi masih berkembang hingga sekarang. Berikut adalah beberapa pengertian psikologi menurut para ahli:
- Gardner Murphy. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya.
- Clifford T. Morgan. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan.
- Dakir (1993). Psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya.
- Muhibbin Syah (2001). Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya.
Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak
tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak disadari.
Psikologi
tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang
abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari
jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau
kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental.
Perdebatan
tentang pengertian dan definisi psikologi ini berlanjut terus sampai
sekarang. Saat ini sudah demikian banyak definisi psikologi sehingga
sulit dikatakan bahwa ada satu definisi yang berlaku umum. Sebagian
pakar ingin definisi yang lebih konkret daripada jiwa, atau mental,
sehingga mereka mendefinisikan psikologi sebagai “aktivitas mental”
(John Dewey, Carr). Namun ada yang beranggapan bahwa “aktivitas mental”
pun masih terlalu luas. Maka muncullah definisi psikologi sebagai
“elemen introspeksi/mawas diri” (Titchener, Daellenbach), “waktu reaksi”
(Scripture), “refleksi” (Pavlov), atau “perilaku” (Watson).
Definisi-definisi psikologi berkembang untuk menuju psikologi yang
objektif dan terukur, sebagai suatu persyaratan yang penting untuk
sebuah ilmu pengetahuan (pasca renaisans).
Pada umumnya, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.
3. Sejarah Psikologi
Psikologi
adalah ilmu yang tergolong muda (sekitar akhir 1800an). Sebagai bagian
dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang.
Konsep psikologi dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno, sebelum
Wundt mendeklarasikan laboratoriumnya di tahun 1879, yang dipandang
sebagai kelahiran psikologi sebagai ilmu. Psikologi sendiri telah
dikenal sejak jaman Aristoteles sebagai ilmu jiwa, yaitu ilmu untuk
kekuatan hidup (levens beginsel). Aristoteles memandang ilmu jiwa
sebagai ilmu yang mempelajari gejala - gejala kehidupan. Jiwa adalah
unsur kehidupan (Anima), karena itu tiap - tiap makhluk hidup mempunyai
jiwa. Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi sejalan dengan
perkembangan intelektual di Eropa, dan mendapatkan bentuk pragmatisnya
di benua Amerika.
St.
Augustine (354-430) dianggap tokoh besar dalam psikologi modern karena
perhatiannya pada intropeksi dan keingintahuannya tentang fenomena
psikologi. Descartes (1596-1650) mengajukan teori bahwa hewan adalah
mesin yang dapat dipelajari sebagaimana mesin lainnya. Ia juga
memperkenalkan konsep kerja refleks. Banyak ahli filsafat terkenal lain
dalam abad tujuh belas dan delapan belas—Leibnits, Hobbes, Locke, Kant,
dan Hume—memberikan sumbangan dalam bidang psikologi. Pada waktu itu
psikologi masih berbentuk wacana belum menjadi ilmu pengetahuan.
3.1. Psikologi Sebagai Bagian dari Filsafat dan Ilmu Faal
Sebelum
1879, psikologi dianggap sebagai bagian dari filsafat atau ilmu faal.
Pada mulanya ahli-ahli filsafat dari zaman Yunani Kuno-lah yang mulai
memikirkan gejala-gejala kejiwaan. Saat itu belum ada
pembuktian-pembuktian secara empiris atau ilmiah. Mereka mencoba
menerangkan gejala-gejala kejiwaan melalui mitologi. Cara pendekatan
seperti itu disebut sebagai cara pendekatan yang naturalistik.
Di
antara sarjana Yunani yang menggunakan pendekatan naturalistik adalah
Thales (624-548 SM) yang sering disebut sebagai Bapak Filsafat. Ia
meyakini bahwa jiwa dan hal-hal supernatural lainnya tidak ada karena
sesuatu yang ada harus dapat diterangkan dengan gejala alam (natural
phenomenon). Ia pun percaya bahwa segala sesuatu berasal dari air dan
karena jiwa tidak mungkin dari air maka jiwa dianggapnya tidak ada.
Tokoh lainnya adalah Anaximander (611-546 SM) yang mengatakan bahwa
segala sesuatu berasal dari sesuatu yang tidak tentu, sementara
Anaximenes (abad 6 SM) mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari
udara. Tokoh yang tak kalah pentingnya adalah Empedocles, Hippocrates,
dan Democritos.
Empedocles
(490-430 SM) mengatakan bahwa ada empat elemen besar dalam alam
semesta, yaitu bumi/tanah, udara, api, dan air. Manusia terdiri dari
tulang, otot, dan usus yang merupakan unsur dari tanah; cairan tubuh
merupakan unsur dari air; fungsi rasio dan mental merupakan unsur dari
api; sedangkan pendukung dari elemen-elemen atau fungsi hidup adalah
udara. Berdasarkan pada pandangan Empedochles, Hipocrates (460-375 SM)
yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran, menyatakan bahwa dalam diri
manusia terdapat empat cairan tubuh yang memiliki kesesuaian sifat
dengan keempat elemen dasar tersebut.
Berdasarkan komposisi cairan yang ada dalam tubuh manusia tersebut maka Hipocrates membagi manusia dalam empat golongan, yaitu:
- Sanguine, orang yang mempunyai kelebihan (terlalu banyak ekses) darah dalam tubuhnya mempunyai temperamen penggembira.
- Melancholic, terlalu banyak sumsum hitam, bertemperamen pemurung.
- Choleric, terlalu banyak sumsum kuning, bertemperamen semangat dan gesit.
- Plegmatic, terlalu banyak lendir dan bertemperamen lamban.
Democritus
(460-370 SM) berpendapat bahwa seluruh realitas yang ada di dunia ini
terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat dibagi lagi yang oleh
Einstein kemudian diberi nama “atom”. Beratus-ratus tahun sesudah
Democritus prinsip tersebut masih diikuti oleh beberapa sarjana, antara
lain I.P. Pavlov dan J.B. Watson yang sama-sama berpendapat bahwa ‘atom’
dari jiwa adalah refleks-refleks.
Tokoh-tokoh
Yunani kuno tersebut di atas pada dasarnya menganggap bahwa jiwa adalah
satu dengan badan. Jiwa dan badan berasal dari unsur-unsur yang sama
dan tunduk pada hukum-hukum yang sama (pandangan monoisme). Selain
pandangan monoisme, tumbuh pula pandangan dualisme, yaitu pandangan yang
memisahkan jiwa dari badan, jiwa tidak sama dengan badan, dan
masing-masing tunduk pada peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang
terpisah. Tokoh-tokoh terkenal yang menganut pandangan dualisme antara
lain: Socrates (469-399 SM), Plato (427-347 SM), dan Aristoteles
(384-322 SM).
Socrates
berpandangan bahwa pada setiap manusia terpendam jawaban mengenai
berbagai persoalan dalam dunia nyata. Masalahnya adalah kebanyakan
manusia tidak menyadarinya. Oleh karena itu, perlu ada orang
lain—semacam bidan—yang membantu melahirkan sang ‘Ide’ dari dalam kalbu
manusia. Socrates mengembangkan metode tanya jawab untuk menggali
jawaban-jawaban terpendam mengenai berbagai persoalan. Dengan metode
tanya jawab yang disebut “Socratic Method” itu akan timbul pengertian
yang disebut “Maieutics” (menarik keluar seperti yang dilakukan oleh
bidan). Maieutics ini kemudian ditumbangkan oleh R. Rogers tahun 1943
menjadi teknik dalam psikoterapi yang disebut “Non Directive
Techniques”, suatu teknik yang digunakan oleh psikolog atau psikoterapis
untuk menggali persoalan-persoalan dalam diri pasien sehingga ia
menyadari sendiri persoalan-persoalannya tanpa terlalu diarahkan oleh
psikolog atau psikoterapisnya. Socrates menekankan pentingnya pengertian
tentang “diri sendiri” bagi setiap manusia sehingga menurutnya adalah
kewajiban setiap orang untuk mengetahui dirinya sendiri terlebih dahulu
kalau ia ingin mengerti tentang hal-hal di luar dirinya. Semboyannya
yang terkenal adalah “belajar yang sesungguhnya pada manusia adalah
belajar tentang manusia.
Sementara
Plato, murid dan pengikut setia Socrates dan dianggap sebagai penganut
dualisme yang sebenar-benarnya, mengatakan bahwa dunia kejiwaan berisi
ide-ide yang berdiri sendiri terlepas dari pengalaman hidup sehari-hari.
Pada orang dewasa dan intelektual, mereka dapat membedakan mana jiwa
dan mana badan. Akan tetapi, pada anak-anak jiwa masih bercampur dengan
badan, belum bisa memisahkan Ide dari benda-benda kongkrit. Jiwa yang
berisi Ide-Ide ini diberi nama “Psyche”. Selain itu, Plato juga meyakini
bahwa tiap-tiap orang telah ditetapkan status dan kedudukannya di
masyarakat sejak lahir apakah ia seorang filsuf, prajurit, atau
pekerja.[2] Ia percaya bahwa tiap orang dilahirkan dengan kekhususan
tersendiri, tidak sama antara satu sama lainnya. Dengan demikian, selain
dianggap sebagai penganut paham Determinisme atau Nativisme, ia pun
dianggap sebagai tokoh pemula dari paham “individual differences.” Dalam
perkembangan psikologi selanjutnya, paham individual differences ini
membawa para sarjana ke arah penemuan alat-alat pemeriksaan psikologi
(psikotes).
Kalau
Plato dianggap sebagai seorang rasionalis yang percaya bahwa segala
sesuatu berasal dari ide-ide yang dihasilkan rasio maka Aristoteles
(385-322 SM), murid Plato, berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang
berbentuk kejiwaan (form) harus menempati sesuatu wujud tertentu
(matter). Wujud ini pada hakikatnya merupakan pernyataan atau ekspresi
dari jiwa. Tuhanlah satu-satunya yang tanpa wujud, hanya form saja.
Aristoteles sering disebut sebagai Bapak Psikologi Empiris karena
menurutnya segala sesuatu harus bertitik tolak dari realita, yaitu
matter. Matter-lah sumber utama pengatahuan. Pandangan dan teori-teori
Aristoteles tentang Psikologi dapat dilihat dalam bukunya yang terkenal
De Anima, yang sesungguhnya merupakan buku tentang ilmu hewan komparatif
dan biologi.
Dalam
buku itu ia mengatakan bahwa setiap benda di dunia ini mempunyai
dorongan untuk tumbuh dan menjadi sesuatu sesuai dengan tujuan yang
sudah terkandung dalam benda itu sendiri. Aristoteles selanjutnya
membedakan antara hule dan morphe. Hule (Noes Photeticos) adalah “yang
terbentuk”. sedangkan Morphe (Noes Poeticos) adalah “yang membentuk”.
Benda dalam alam tidak tumbuh dan berkembang begitu saja, tetapi menjadi
atau diperkembangkan menjadi sesuatu. Sebelum benda itu terwujud benda
itu berupa kemungkinan. Selanjutnya Aristoteles membedakan tiga macam
form, yaitu: Plant, yang mengontrol fungsi-fungsi vegetatif; Animal,
dapat dilihat dalam fungsi-fungsi seperti: mengingat, mengharap, dan
persepsi; Rasional, yang memungkinkan manusia malakukan penalaran
(reasoning) dan membentuk konsp-konsep. Khusus pada manusia, dorongan
untuk tumbuh ini berbentuk dorongan untuk merealisasikan diri (self
realization) yang disebut entelechi. Menurut Aristoteles fungsi jiwa
dibagi dua, yaitu kemampuan untuk mengenal dan kemampuan berkehendak.
Pandangan ini dikenal sebagai “dichotomi”.
Berabad-abad
setelah zaman Yunani Kuno, Psikologi masih merupakan bagian dari
Filsafat. Pada masa Renaissance, di Francis muncul Rene Decartes
(1596-1650) yang terkenal dengan teori tentang “kesadaran”, sementara di
Inggris muncul tokoh-tokoh seperti John Locke (1623-1704), George
Berkeley (1685-1753), James Mill (1773-1836), dan anaknya John Stuart
Mill (1806-1873), yang semuanya itu dikenal sebagai tokoh-tokoh aliran
Asosianisme.
Dalam
perkembangan Psikologi selanjutnya, peran sejumlah sarjana ilmu Faal
yang juga menaruh minat terhadap gejala-gejala kejiwaan tidak dapat
diabaikan. Tokohnya antara lain: C. Bell (1774-1842), F. Magendie
(1785-1855), J.P. Muller (1801-1858), P. Broca (1824-1880), dan
sebagainya. Nama seorang sarjana Rusia, I.P. Pavlov (1849-1936),
tampaknya perlu dicatat secara khusus karena dari teori-teorinya tentang
refleks kemudian berkembang aliran Behaviorisme, yaitu aliran dalam
psikologi yang hanya mau mengakui tingkah laku yang nyata sebagai objek
studinya dan menolak anggapan sarjana lain yang mempelajari juga tingkah
laku yang tidak tampak dari luar. Selain itu, peranan seorang dokter
berdarah campuran Inggris-Skotlandia bernama William McDaugall
(1871-1938) perlu pula dikemukakan. Ia juga telah memberi inspirasi
kepada aliran Behaviorisme di Amerika dengan teori-teorinya yang dikenal
dengan nama “Purposive Psychology”.
Sementara
para sarjana Filasafat maupun ilmu Faal berusaha untuk menerangkan
gejala-gejala kejiwaan secara ilmiah murni, muncul pula orang-orang yang
secara spekulatif mencoba untuk menerangkan gejala-gejala kejiwaan dari
segi lain. Diantara mereka adalah F.J. Gall (1785-1828) yang
mengemukakan bahwa jiwa manusia dapat diketahui dengan cara meraba
tengkorak kepala orang tersebut. Teori Gall dikembangkan dari pandangan
Psikologi Fakultas (Faculty Psychology) yang dikemukakan seorang tokoh
gereja bernama St. Agustine (354-430). Menurut Agustine, dengan
mengeksplorasi kesadaran melalui metode “introspeksi diri”, dalam jiwa
terdapat bagian-bagian atau fakultas (faculties). Fakultas tersebut
antara lain: ingatan, imajinasi, indera, kemauan, dan sebagainya.
Menurut Gall, karena setiap fakultas kejiwaan dicerminkan pada salah
satu bagian tertentu di tengkorak kepala maka dengan mengetahui
bagian-bagian tengkorak mana yang menonjol kita akan mengetahui
fakultas-fakultas kejiwaan mana yang menonjol pada orang tertentu
sehingga kita dapat mengetahui pula keadaan jiwanya. Teori dari Gall
tersebut dikenal dengan Phrenologi. Teori yang seolah-olah ilmiah ini
pada dasarnya hanya bersifat ilmiah semu (pseudo science). Metote
lainnya yang juga bersifat ilmiah semu antara lain: Phiognomi (Ilmu
Wajah/Raut Muka), Palmistri (Ilmu Rajah Tangan), Astrologi (Ilmu
Perbintangan), Numerologi (Ilmu Angka-angka), dan sebagainya.
3.2. Psikologi Sebagai Ilmu yang Berdiri Sendiri
Pada
akhir abad ke-19 terjadilah babak baru dalam sejarah Psikologi. Pada
tahun 1879, Wilhem Wundt (Jerman, 1832-1920) mendirikan laboratorium
Psikologi pertama di Leipzig yang menandai titik awal Psikologi sebagai
suatu ilmu yang berdiri sendiri. Sebagai tokoh Psikologi Eksperimental,
Wundt memperkenalkan metode Introspeksi yang digunakan dalam
eksperimen-eksperimennya. Ia dikenal sebagai tokoh penganut
Strukturalisme karena ia mengemukakan suatu teori yang menguraikan
struktur dari jiwa. Wundt percaya bahwa jiwa terdiri dari elemen-elemen
(Elementisme) dan ada mekanisme terpenting dalam jiwa yang menghubungkan
elemen-elemen kejiwaan satu sama lainnya sehingga membentuk suatu
struktur kejiwaan yang utuh yang disebut asosiasi. Oleh karena itu,
Wundt juga dianggap sebagai tokoh Asosianisme.
Edward
Bradford Titchener (1867-1927) mencoba menyebarluaskan ajaran-ajaran
Wundt ke Amerika. Akan tetapi, orang Amerika yang terkenal praktis dan
pragmatis kurang suka pada teori Wundt yang dianggap terlalu abstrak dan
kurang dapat diterapkan secara langsung dalam kenyataan. Mereka
kemudian membentuk aliran sendiri yang disebut Fungsionalisme dengan
tokoh-tokohnya antara lain: William James (1842-1910) dan James Mc Keen
Cattel (1866-1944). Aliran ini lebih mengutamakan fungsi-fungsi jiwa
dari pada mempelajari strukturnya. Ditemukannya teknik evaluasi
psikologi (sekarang psikotest) oleh Cattel merupakan bukti betapa
pragmatisnya orang-orang Amerika.
Meskipun
sudah menekankan pragmatisme, namun aliran Fungsionalisme masih
dianggap terlalu abstrak bagi segolongan sarjana Amerika. Mereka
menghendaki agar Psikologi hanya mempelajari hal-hal yang benar-benar
objektif saja. Mereka hanya mau mengakui tingkah laku yang nyata (dapat
dilihat dan diukur) sebagai objek Psikologi (Behaviorisme). Pelopornya
adalah John Broades Watson (1878-1958) yang kemudian dikembangkan oleh
Edward Chase Tolman (1886-1959) dan B.F. Skinner (1904).
Selain
di Amerika, di Jerman sendiri ajaran Wundt mulai mendapat kritik dan
koreksi-koreksi. Salah satunya dari Oswald Kulpe (1862-1915), salah
seorang muridnya yang kurang puas dengan ajaran Wundt dan kemudian
mendirikan alirannya sendiri di Wurzburg. Aliran Wurzburg menolak
anggapan Wundt bahwa berpikir itu selalu berupa image (bayangan dalam
alam pikiran). Kulpe berpendapat, pada tingkat berpikir yang lebih
tinggi apa yang dipikirkan itu tidak lagi berupa image, tapi ada pikiran
yang tak terbayangkan (imageless thought).
Di
Eropa muncul juga reaksi terhadap Wundt dari aliran Gestalt. Aliran
Gestalt menolak ajaran elementisme Wundt dan berpendapat bahwa gejala
kejiwaan (khususnya persepsi, yang banyak diteliti aliran ini) haruslah
dilihat sebagai suatu keseluruhan yang utuh (suatu gestalt) yang tidak
terpecah dalam bagian-bagian. Diantara tokohnya adalah Max Wertheimer
(1880-1943), Kurt Koffka (1886-1941), Wolfgang Kohler (1887-1967) .Di
Leipzig, pada tahun 1924 Krueger memperkenalkan istilah Ganzheit
(berasal dari kata da Ganze yang berarti keseluruhan). Meskipun istilah
Ganzheit masih dianggap sama dengan istilah Gestalt dan aliran ini
sering tidak dianggap sebagai aliran tersendiri, namun menurut tokohnya,
Krueger, Ganzheit tidak sama dengan Gestalt dan merupakan perkembangan
dari psikologi Gestalt. Ia berpendapat bahwa psikologi Gestalt terlalu
menitikberatkan kepada masalah persepsi objek, padahal yang terpenting
adalah penghayatan secara menyeluruh terhadap ruang dan waktu, bukan
persepsi saja atau totalitas objek-objek saja.
Perkembangan
lebih lanjut dari psikologi Gestalt adalah munculnya “Teori Medan
(Field Theory)” dari Kurt Lewin (1890-1947). Mulanya Lewin tertarik pada
faham Gestalt, tetapi kemudian ia mengeritiknya karena dianggap tidak
adekuat. Namun demikian, berkat Lerwin, sebagai perkembangan lebih
lanjut di Amerika Serikat lahir aliran “Psikologi Kognitif” yang
merupakan perpaduan antara aliran Behaviorisme yang tahun 1940-an sudah
ada di Amerika dengan aliran Gestalt yang dibawa oleh Lewin. Aliran
psikologi Kognitif sangat menitikberatkan proses-proses sentral (seperti
sikap, ide, dan harapan) dalam mewujudkan tingkah laku. Secara khusus,
hal-hal yang terjadi dalam alam kesadaran (kognisi) dipelajari oleh
aliran ini sehingga besar pengaruhnya terutama dalam mempelajari
hubungan antar manusia (Psikologi Sosial). Diantara tokohnya adalah F.
Heider dan L. Fertinger.
Akhirnya,
lahirnya aliran Psikoanalisa yang besar pengaruhnya dalam perkembangan
psikologi hingga sekarang, perlu mendapat perhatian khusus. Meskipun
peranan beberapa dokter ahli jiwa (psikiater), seperti Jean Martin
Charcot (1825-1893) dan Pierre Janet 1859-1947) tidak kurang pentingnya
dalam menumbuhkan aliran ini, namun Sigmund Freud-lah (1856-1939) yang
dianggap sebagai tokoh utama yang melahirkan Psikoanalisa. Karena
Psikoanalisa tidak hanya berusaha menjelaskan segala sesuatu yang tampak
dari luar saja, tetapi secara khusus berusaha menerangkan apa yang
terjadi di dalam atau di bawah kesadaran manusia, maka Psikoanalisa
dikenal juga sebagai “Psikologi Dalam (Depth Pshology)”.
4. Sejarah Perkembangan Psikologi di Indonesia
Di
Indonesia perkembangan psikologi dimulai pada tahun 1953 yang
dipelopori oleh Slamet Iman Santoso dengan mendirikan lembaga pendidikan
psikologi pertama yang mandiri dan pada tahun 1960 lembaga tersebut
sejajar dengan fakultas-fakultas lain di Universitas Indonesia dan
kemudian dikembangkan di UNPAD dan UGM. Hingga sekarang, di seluruh
Indonesia sudah berdiri puluhan Fakultas psikologi diberbagai
universitas yang tersebar baik negeri maupun swasta. Satu keunikan dari
Fakultas psikologi yang berkembang di Indoensia adalah tidak adanya
jurusan seperti Fakultas-fakultas lain (jika psikologi berdiri sendiri
sebagai Fakultas).
Walaupun
memiliki sejarah yang jauh lebih pendek daripada keberadaan psikologi
di negara-negara barat, namun kebutuhan akan adanya psikologi di
indonesia sama besar dengan negara-negara barat lainnya. Sebagai negara
berkembang, psikologi di indonesia di butuhkan dalam bidang kesehatan,
bisnis, pendidikan, politik, permasalahan sosial dan lain-lain.
Seperti
psikologi di barat yang memiliki sejarah yang rumit, begitu pula
psikologi di indonesia. Tetapi psikologi di barat tidak selalu dapat di
terapkan di indonesia, bahkan psikologi yang ada di indonesia belum
tentu dapat berlaku pada etnik lainnya, misalnya standar IQ dari
Wescsler-Bellevue yang berlaku di negara-nagara barat tidak berlaku umum
di indonesia. Lebih lanjut lagi, standar yang berlaku bagi golongan
etnik atau kelas sosial tertentu di indonesia belum tentu berlaku bagi
golongan atau etnik lainnya.
Selain
berbagai masalah di atas, indonesia juga menghadapi yang di hadapi oleh
psikologi di barat. Asal-usul yang sangat luas, definisi yang
bervariasi, teori dan metodologi yang saling bertentangan dan aplikasi
yang sangat luas dan beragam adalah masalah-masalah yang juga di hadapi
oleh para psikologi di indonesia, guru besar, staf pengajar, dan
praktisi yang berbeda menggunakan pendekan, teori, dan metodologi yang
berbeda pula dalam melihat dalam suatu masalah yang sama. Hal ini
menimbulkan kebingungan pada masyarakat awam di mana masyarakat di
indonesia belum dapat menerima psikologi sebagai suatu yang “umum”, yang
dapat melihat suatu dari barbagai sudut pandang seperti halnya di
negara-nagara barat, masyarakat di nindonesia masih cenderung
mengharapkan psikologi sebagai suatu ilmu yang pasti yang dapat
memberikan jawaban dan penyeleseian yang pasti bagi penyeleseian masalah
seperti misalnya, ilmu kedokteran.
Belakangan
ini kemajuan psikologi semakin pesat, ini terbukti dengan
bermunculannya tokoh-tokoh baru, misalnya BF Skinner (pendekatan
behavioristik), Maslow (teori aktualisasi diri) Roger Wolcott (teori
belahan otak), Albert Bandura (social learning teory), Daniel Goleman
(kecerdasan emosi), Howard Gadner (multiple intelligences) dan
sebagainya. Dan perkembangan psikologi sekarang menuju psikologi yang
kontemporer sesuai dengan perkembangan zaman, muncul teori-teori baru
dan aliran-aliran baru seperti Psikologi Lintas Budaya (cross cultur psychology), Indegeneous Psychology (Psikologi Indgeneus), dan Psikologi Positif (Positive Psychology).
5. Ruang Lingkup Psikologi
- Psikologi Umum (psikologi yang memepelajari kegiatan atau aktivitas psikis manusia pada umumnya yang normal dan beradab).
- Psikologi khusus (psikologi yang mempelajari segi-segi kekhususan aktivatas psikis manusia) macam-macamnya:
- Psikologi Perkembangan Yaitu psikologi yang membicarakan perkembangan psikis manusia dari masa bayi sampai tua, yang mencakup:
- Psikologi anak (mencakup masa bayi)
- Psikologi puber dan adolesensi (psikologi pemuda)
- Psikologi orang dewasa
- Psikologi orang tua
-
- Psikologi sosial. Yaitu psikologi yang khusus membicarakan tentang tingkah laku atau aktifitas-aktifitas manusia hubungannya dengan situasi sosial.
- Psikologi pendidikan. Yaitu psikologi yang menguraikan kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi pendidikan . Misalnya, bagaimana dalam menarik perhatian agar dapat dengan mudah diterima.
- Psikologi kepribadian dan tifologi. Yaitu psikologi yang khusus menguraikan tentang struktur pribadi manusia, mengenai tipe-tipe kepribadian manusia.
- Psikopatologi. Yaitu psikologi yang khusus menguraikan mengenai keadaan psikis yang tidak normal (abnormal).
- Psikologi kriminal. Yaitu psikologi yang khusus berhubungan dengan soal kejahatan atau kriminalitas.
- Psikologi perusahaan. Yaitu psikologi yang khusus berhubungan dengan soal-soal perusahaan.
-
6. Psikologi sebagai ilmu pengetahuan
Walaupun
sejak dulu telah ada pemikiran tentang ilmu yang mempelajari manusia
dalam kurun waktu bersamaan dengan adanya pemikiran tentang ilmu yang
mempelajari alam, akan tetapi karena kekompleksan dan kedinamisan
manusia untuk dipahami, maka psikologi baru tercipta sebagai ilmu sejak
akhir 1800-an yaitu sewaktu Wilhem Wundt mendirikan laboratorium
psikologi pertama didunia.
6.1. Syarat Psikologi Sebagai Ilmu Pengetahuan
Hampir
semua ilmu pengetahuan memiliki fokus utama dalam pengembangan
penelitian, baik itu sebagai penelitian dasar maupun sebagai suatu
penelitian terapan. Suatu penelitian dianggap sebagai suatu penelitian
dasar berarti penelitian itu yang berkaitan dengan usaha-usaha dalam
mencari ilmu pengetahuan baru semata, tanpa memerhatikan apakah hasil
penelitian itu mempunyai kegunaan secara langsung atau praktis.
Agar
psikologi dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan, maka psikologi
harus mengikuti tahap-tahap persyaratan sebagai ilmu pengetahuan.
Berikut adalah pemenuhan syarat-syarat psikologi sebagai ilmu
pengetahuan:
- Psikologi bersifat empiris, artinya timbul dan berkembangnya ilmu psikologi tidak boleh berdasarkan intuisi, pendapat, atau keyakinan-keyakinan semata. Data empiris, artinya ilmu psikologi itu timbul dan berkembang berdasarkan data pengalaman atau pengamatan yang dilakukan melalui kegiatan eksperimen ataupun observasi yang berulang-ulang. Tanpa adanya pengembangan penelitian, ilmu psikologi akan menjadi statis dan tidak berkembang. Oleh sebab itu, dengan penelitian, maka ilmu psikologi memperoleh fakta-fakta yang berharga dan berkesinambungan guna menambah fakta-fakta yang baru.
- Psikologi harus sistematis, artinya, observasi dan eksperimen dalam penelitian merupakan alat untuk memperoleh data-data valid. Yang terpenting dalam kegiatan observasi/penelitian bisa dimengerti dan bisa dikonstruksikan menjadi sekumpulan prinsip. Kemudian prinsip diklasifikasikan menjadi dalil-dalil yang jelas, tepat, menyatakan susunan dan hubungan antara satu gejala dengan gejala lainnya. Sistematis, artinya ilmu psikologi tersusun menurut standar-standar penelitian mulai dari tahap observasi, eksperimen, analisis, pengukuran, pengujian, dan kesimpulan.
- Psikologi harus mampu melakukan pengukuran. Suatu penelitian akan berharga tinggi apabila memiliki alat pengukuran dan mengembangkan alat-alat pengukuran berikutnya terhadap pengungkapan suatu penelitian. Psikologi juga harus memiliki alat pengukuran yang valid, realibel, dan signifikan sehingga data-datanya dapat dikontrol dan dibuktikan secara objektif. Seperti tes NSQ atau MMPI sebagai alat ukur kecemasan.
- Psikologi harus memiliki fakta ilmiah. Artinya, ilmu psikologi bisa tumbuh dan berkembang berdasarkan fakta aktual dan dapat dibuktikan. Fakta-fakta yang terkumpulkan harus mendukung dalam semua aspek penelitian, terukur mampu menguji hipotesis, dan akhirnya memberikan dukungan suatu teori atau membuat teori baru.
- Psikologi harus memiliki definisi umum. Artinya, ilmu psikologi harus memiliki definisi yang jelas, luas, singkat, dan sesuai menurut istilah-istilah yang digunakan, seperti definisi kecerdasan, bakat, persepsi, perhatian, belajar, ingatan, motivasi, emosi, sikap, dan kepribadian. Definisinya harus disesuaikan berdasarkan hasil penelitian dari istilah tersebut.
6.2. Fungsi psikologi sebagai ilmu
Psikologi memiliki tiga fungsi sebagai ilmu yaitu:
- Menjelaskan. Yaitu mampu menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasilnya penjelasan berupa deskripsi atau bahasan yang bersifat deskriptif.
- Memprediksikan. Yaitu mampu meramalkan atau memprediksikan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasil prediksi berupa prognosa, prediksi atau estimasi.
- Pengendalian. Yaitu mengendalikan tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan. Perwujudannya berupa tindakan yang sifatnya prevensi atau pencegahan, intervesi atau treatment serta rehabilitasi atau perawatan.
7. Kajian Psikologi
Psikologi
adalah ilmu yang luas dan ambisius, dilengkapi oleh biologi dan ilmu
saraf pada perbatasannya dengan ilmu alam dan dilengkapi oleh sosiologi
dan anthropologi pada perbatasannya dengan ilmu sosial. Beberapa kajian
ilmu psikologi diantaranya adalah:
7.1. Psikologi perkembangan
Adalah
bidang studi psikologi yang mempelajari perkembangan manusia dan
faktor-faktor yang membentuk prilaku seseorang sejak lahir sampai lanjut
usia. Psikologi perkembangan berkaitan erat dengan psikologi sosial,
karena sebagian besar perkembangan terjadi dalam konteks adanya
interaksi sosial. Dan juga berkaitan erat dengan psikologi kepribadian,
karena perkembangan individu dapat membentuk kepribadian khas dari
individu tersebut.
7.2. Psikologi sosial
bidang ini mempunyai 3 ruang lingkup, yaitu:
- studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individu, misalnya : studi tentang persepsi, motivasi proses belajar, atribusi (sifat)
- studi tentang proses-proses individual bersama, seperti bahasa, sikap sosial, perilaku meniru dan lain-lain
- studi tentang interaksi kelompok, misalnya : kepemimpinan, komunikasi hubungan kekuasaan, kerjasama dalam kelompok, persaingan, konflik
7.3. Psikologi kepribadian
Adalah
bidang studi psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, psikologi kepribadian berkaitan
erat dengan psikologi perkembangan dan psikologi sosial, karena
kepribadian adalah hasil dari perkembangan individu sejak masih kecil
dan bagaimana cara individu itu sendiri dalam berinteraksi sosial dengan
lingkungannya.
7.4. Psikologi kognitif
Adalah
bidang studi psikologi yang mempelajari kemampuan kognisi, seperti:
Persepsi, proses belajar, kemampuan memori, atensi, kemampuan bahasa dan
emosi.
8. Pendekatan Psikologi
Tingkah laku dapat dijelaskan dengan cara yang berbeda-beda, dalam psikologi sedikitnya ada 5 cara pendekatan, yaitu:
8.1. Pendekatan neurobiologis
Tingkah
laku manusia pada dasarnya dikendalikan oleh aktivitas otak dan sistem
syaraf. Pendekatan neurobiologis berupaya mengaitkan perilaku yang
terlihat dengan impuls listrik dan kimia yang terjadi didalam tubuh
serta menentukan proses neurobiologi yang mendasari perilaku dan proses
mental.
8.2. Pendekatan perilaku
Menurut
pendekatan perilaku, pada dasarnya tingkah laku adalah respon atas
stimulus yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S -
R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu
seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori
oleh J.B. Watson kemudian dikembangkan oleh banyak ahli, seperti
B.F.Skinner, dan melahirkan banyak sub-aliran.
8.3. Pendekatan kognitif
Pendekatan
kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana
individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan
menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus
lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus
yang datang.
8.4. Pendekatan psikoanalisa
Pendekatan
psikoanalisa dikembangkan oleh Sigmund Freud. Ia meyakini bahwa
kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar.
Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari,
seperti keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang
ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan
menuntut untuk dipuaskan.
8.5. Pendekatan fenomenologi
Pendekatan
fenomenologi ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu
karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu
terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan
segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini
berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena
tentang dirinya.
9. Hubungan Psikologi dengan Ilmu Lain
Dari
sejarahnya yang berawal dari filsafat dan ilmu faal, jelaslah bahwa
psikologi berhubungan dengan ilmu-ilmu lainnya. Dari definisi psikologi
seperti yang telah disebutkan di atas pun, dapatlah kita pahami
bahwa psikologi sangat berguna dan dapat banyak membantu ilmu-ilmu
lainnya, terutama yang secara tidak langsung menyangkut kehidupan
manusia. Berikut adalah ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan
psikologi:
9.1. Hubungan psikologi dengan sosiologi
Psikologi dengan sosiologi
memiliki hubungan satu sama lain yaitu sama-sama mempelajari manusia
beserta tingkah lakunya. Gejala seperti urbanisasi atau konflik
antarkelompok memerlukan penjelasan psikologi, sehingga timbul cabang
psikologi yang khusus mempelajari masalah-masalah sosial yang disebut
psikologi sosial.
9.2. Hubungan psikologi dengan ekonomi
Naik turunnya harga atau kurs valuta asing atau berhasil/tidaknya suatu upaya marketing tidak hanya tergantung pada hukum supply and demand dalam ilmu ekonomi, tetapi juga dalam proses pembuatan keputusan yang dilakukan oleh manusia-manusia yang terlibat dalam proses ekonomi (baik penjual, pembeli, produsen, distributor, bank, pasar modal, pemerintah, dan lain-lain).
9.3. Hubungan psikologi dengan biologi
Baik
biologi maupun psikologi sama-sama membicarakan manusia, pada segi-segi
tertentu kedua ilmu ini ada titik pertemuan . misalnya soal keturunan,
sifat,intelegensi, bakat, dll.
9.4. Hubungan psikologi dengan ilmu hukum
Ilmu
yang mempelajari bagaimana mancapai kebenaran dan keadilan ini jelas
terkait erat dengan psikologi, karena kebenaran dan keadilan itu sendiri
sangat subjektif dan karenanya bersifat psikologis.
9.5. Hubungan psikologi dengan Ilmu Pengetahuan Alam
Metode
ilmu pengetahuan alam mempengaruhi perkembangan meted dalam psikologi,
karenanya para ahli beranggapan kalau psikologi ingin mendapatkan
kemajuan haruslah mengikuti cara kerja yang di tempuh oleh ilmu
pengetahuan alam.
9.6. Hubungan psikologi dengan ilmu politik
Gus
Dur dan Megawati pernah dianggap kurang memenuhi syarat untuk menjadi
presiden, justru bisa menduduki jabatan itu, hanya karena secara
psikologis mereka punya kharisma terhadap massa mereka masing-masing.
Timbulnya cabang psikologi politik adalah untuk menjawab masalah-masalah
seperti ini.
9.7. Hubungan psikologi dengan ilmu filsafat
Manusia
merupakan obyek dari filsafat yang antara lain membicarakan soal
hakikat kodrat manusia, tujuan hidup dll. Psikologi masih tetap
mempunyai hubungan dengan filsafat terutama menenai hal-hal yang
menyangkut sifat hakikat serta tujuan dari ilmu pengetahuan itu.
9.8. Hubungan psikologi dengan ilmu kedokteran
Psikologi
membantu para dokter untuk mengadakan pendekatan yang sebaik-baiknya
terhadap para pasien, menemukan penyebab-penyebab non-medis dari gejala
penyakit yang tidak ditemukan faktor penyebab medisnya, membantu pasien
dalam mengatasi penyakit, dll. Namun, psikolog juga perlu bantuan dokter
untuk gejala-gejala tertentu seperti autisma, ADHD, atau skizofrenia.
9.9. Hubungan psikologi dengan Paedagogiek
Kedua
ilmu ini hampir tidak dapat di pisahkan satu sama lain karena memiliki
hubungan timbal balik, paedagogiek memberikan bimbingan hidup sedang
psikologi menunjukkan perkembangan hidup manusia. Paedagogiek baru akan
tepat sasaran, apabila dapat memahami langkah-langkah/ petunjuk
psikologi.
9.10. Hubungan psikologi dengan Agama
Psikologi
dan agama sangat erat hubungannya, mengingat agama diajarkan kepada
manusia dengan dasar-dasar yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi
psikologis juga. Tanpa dasar tersebut agama sulit mendapat tempat di
dalam jiwa manusia.
Selain itu, psikologi pun banyak sekali membantu berbagai profesi seperti:
- Guru dalam mendidik murid-muridnya
- Manajer perusahaan dalam mengatur pegawai-pegawainya
- Tentara dalam menyusun perang “urat saraf” (Psywar)
- Polisi dalam menginterogasi tahanan atau mengatasi huru-hara dan sebagainya.
10. Wilayah Terapan Psikologi
Wilayah
terapan psikologi adalah wilayah-wilayah dimana kajian psikologi dapat
diterapkan. walaupun demikian, belum terbiasanya orang-orang Indonesia
dengan spesialisasi membuat wilayah terapan ini rancu, misalnya, seorang
ahli psikologi pendidikan mungkin saja bekerja pada HRD sebuah
perusahaan, atau sebaliknya.
10.1. Psikologi pendidikan
Psikologi
pendidikan adalah perkembangan dari psikologi perkembangan dan
psikologi sosial, sehingga hampir sebagian besar teori-teori dalam
psikologi perkembangan dan psikologi sosial digunakan di psikologi
pendidikan. Psikologi pendidikan mempelajari bagaimana manusia belajar
dalam setting pendidikan, keefektifan sebuah pengajaran, cara mengajar,
dan pengelolaan organisasi sekolah.
10.2. Psikologi sekolah
Psikologi
sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik
dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi.
10.3. Psikologi industri dan organisasi
Psikologi
industri memfokuskan pada menggembangan, mengevaluasi dan memprediksi
kinerja suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh individu, sedangkan
psikologi organisasi mempelajari bagaimana suatu organisasi memengaruhi
dan berinteraksi dengan anggota-anggotanya.
10.4. Psikologi kerekayasaan
Penerapan
psikologi yang berkaitan dengan interaksi antara manusia dan mesin
untuk meminimalisasikan kesalahan manusia ketika berhubungan dengan
mesin (human error).
10.5. Psikologi klinis
Adalah
bidang studi psikologi dan juga penerapan psikologi dalam memahami,
mencegah dan memulihkan keadaan psikologis individu ke ambang normal.
10.6. Parapsikologi
Parapsikologi
adalah cabang psikologi yang mencakup studi tentang extra sensory
perception, psikokinesis, dan sebagainya. Bagi para pendukungnya,
parapsikologi dilihat sebagai bagian dari psikologi positif dan
psikologi transpersonal. Penelitian parapsikologi pada umumnya dilakukan
di laboratorium sehingga parapsikolog menganggap penelitian tersebut
ilmiah. Kritisisme terhadap parapsikologi dan dukungan terhadap
parapsikologi dari American Association for the Advancement of Science
terhadap affiliasinya yaitu Parapsychological Association.
11. Metode Psikologi
Tujuan
ilmu pengetahuan adalah memberikan informasi yang dapat diperiksa
kebenarannya. Data-data penelitian ini dapat diukur kembali dalam
kondisi yang sama dapat memberikan hasil relatif sama. Sebagai ilmu
pengetahuan, maka ilmu psikologi harus memiliki beberapa metode
penelitian guna mencari dan membuktikan data. Berikut adalah beberapa
metode psikologi:
- Metode eksperimen laboratoris. Merupakan metode psikologi yang menggunakan eksperimen (percobaan).
- Metode observasi. Metode observasi (percobaan) sering digunakan untuk penelitian alamiah. Metode observasi dapat dilakukan dalam laboratorium tetapi tetap menjaga supaya subjek merasa senang di ruang laboratorium.
- Metode survei. Metode survei adalah metode penelitian yang menggunakan beberapa variabel sebagai alat kajiannya. Variabelnya hampir sama dengan variabel eksperimen laboratoris.
- Metode tes. Metode tes merupakan instrumen penelitian yang penting dalam psikologi kontemporer. Metode tes digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang atau sekelompok orang.
- Metode riwayat kasus. Kajian riwayat kasus (riwayat hidup) merupakan sumber data penting untuk memahami seseorang atau masyarakat. Riwayat kasus dipersiapkan melalui reka ulang kasus menurut kronologis peristiwa, catatan-catatan, atau rekaman-rekaman yang diingat.
Sumber: |
1. Sarwono. Sarlito W. 2012. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada |
2. Boeree. George. 2005. Sejarah Psikologi. Jogjakarta: Prismasophie |
3. Zan Peter. Herri. 2010. Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan. Jakarta: Kencana |
4. F. Patty, dkk. 1982. Pengantar Psikologi Umum. Surabaya: Usaha Nasional |
5. Asal Mula Psikologi (konsultasipsiko.blogspot.com) |
6. Pengertian Psikologi Menurut Beberapa Ahli (belajarpsikologi.com) |
7. Psikologi (Defenisi dan sejarah Psikologi) (psychologymania.wordpress.com) |
8. Psychology (en.wikipedia.org) |
9. Psikologi (id.wikipedia.org) |
10. Kajian Psikologi (konsultasipsiko.blogspot.com) |
11. Pendekatan Psikologi (konsultasipsiko.blogspot.com) |
12. Pengertian Psikologi (ilmu-psikologi.blogspot.com) |
13. PENGERTIAN PSIKOLOGI (blog.uin-malang.ac.id) |
14. sejarah perkembangan psikologi (sandri09a.blogspot.com) |
15. Wilayah Terapan Psikologi (konsultasipsiko.blogspot.com) |
0 komentar:
Posting Komentar